JAKARTA, Aksipembaruan.com – Kepolisian Bareskrim Polri membongkar perdagangan ilegal gading gajah hewan satwa dilindungi di Sukabumi, Jawa Barat dan Tebet, Jakarta Selatan. Senin (26/5/2025).
Kedua tersangka R, 47 dan N, 40, kini meringkuk di tahanan Bareskrim Polri menjual gading gajah secara ilegal dan masuk jaringan internasional oleh petugas Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin menerangkan, pengungkapan ini berawal dari hasil patroli siber oleh polisi Tim Subdit I Tipidter yang menemukan akun media sosial memperdagangkan gading gajah secara ilegal. Berdasarkan hasil penyelidikan, tim melakukan penindakan terhadap tersangka pertama berinisial R di wilayah Sukabumi pada 8 Mei 2024. Dalam penangkapan ini, polisi mengamankan 4 buah gading gajah dengan berat total 6,26 kg.
Pengembangan kasus mengarah pada tersangka kedua, N , yang ditangkap di sebuah rumah kos di Tebet, Jakarta Selatan pada 14 Mei 2024. Polisi turut mengamankan barang bukti berupa 3 buah gading gajah seberat total 6,73 kg dan 1 unit ponsel yang digunakan untuk transaksi ilegal.
“Kedua tersangka diketahui bukan bagian dari sindikat internasional, melainkan individu yang memanfaatkan jaringan media sosial untuk menjual bagian tubuh satwa dilindungi kepada kolektor dan pembeli domestik. Dari hasil pemeriksaan awal, modus operandi pelaku adalah membeli gading dari oknum tertentu dan menjual kembali dengan harga lebih tinggi, menggunakan platform digital “ ujar Brigjen Pol Nunung dalam jumpa persnya diterima Divhumas Polri.
Polri mengimbau masyarakat agar tidak terlibat dalam pembelian maupun penjualan satwa liar dan bagian-bagiannya, serta mengajak masyarakat aktif melaporkan segala bentuk perdagangan ilegal satwa dilindungi kepada aparat penegak hukum.
“Perdagangan bagian tubuh satwa dilindungi merupakan kejahatan yang serius dan harus diberantas karena merusak ekosistem serta mengancam kelestarian spesies,” terang Nunung.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 21 ayat (2) huruf d jo. Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. (AW)