JAKARTA, Aksipembaruan.com – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan perdagangan konten pornografi anak yang diperjualbelikan melalui platform Telegram. Dalam operasi ini, dua pelaku berinisial M.M. dan F ditangkap di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Kepala Satuan Tugas Pornografi Anak Online Dittipidsiber, Kombes Pol Jeffri Dian, menegaskan bahwa penindakan ini adalah bagian dari komitmen Polri dalam melindungi anak-anak dari kejahatan seksual berbasis digital.
“Kami tidak akan beri ruang bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak di ranah digital. Penyebaran konten semacam ini sangat merusak dan melukai masa depan generasi bangsa. Kami akan terus mengejar jaringan-jaringan semacam ini sampai ke akar-akarnya,” ujar Jeffri dalam keterangan tertulis dari Divhumas Polri, Jumat (9/5/2025) kemarin.
Tersangka pertama, MM, ditangkap pada Maret 2025 di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Ia diketahui mengelola 12 grup Telegram berisi ribuan konten pornografi anak dan dewasa. Grup ini diakses melalui akun @asupan_c***** dan @asupan_c*****01, dengan harga mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per anggota.
Penyidik menyita dua unit handphone dan satu laptop dari M.M., yang berisi ribuan foto dan video, termasuk konten pornografi anak sesama jenis.
Sementara itu, tersangka F ditangkap di Kabupaten Sidenreng Rappang (SIDRAP), Sulawesi Selatan. Ia terbukti menjual akses ke grup dan channel Telegram bernama @Tmexx Store dan @BKPIND, yang memiliki puluhan ribu subscriber. Harga akses bervariasi antara Rp 49.000 hingga Rp 299.000.
Dari penggeledahan, tim siber Polri menyita tiga unit handphone berisi ribuan konten terlarang. Kedua tersangka kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri dan dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE, Pasal 29 jo Pasal 4 Ayat (1) dan/atau Pasal 37 jo Pasal 11 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ancaman hukumannya mencapai 12 tahun penjara dan denda hingga Rp 6 miliar.
Polri mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan segera melaporkan aktivitas mencurigakan di media sosial yang mengarah pada eksploitasi seksual anak. Masyarakat dapat melaporkan kasus serupa ke Patroli Siber Polri melalui kanal resmi maupun aplikasi pengaduan. (AW)